JAKARTA – Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rakhmat Hidayat meminta publik tidak menelan mentah-mentah informasi sepihak oleh para kepala daerah di media sosial termasuk aksi blusukan yang dulu diviralkan Joko Widodo dan diikuti kepala daerah lain di 2025.
“Jadi, kepala daerah ini butuh pencitraan agar tetap terlihat merakyat. Padahal, mungkin dalam kinerjanya di bidang lain buruk. Jadi, semisal Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi marah saat melihat ahli fungsi lahan Puncak. Tetapi, kita tidak tahu nanti seperti apa tindak lanjutnya,” ujarnya, Jumat 28 Maret 2025.
Dia justru khawatir bila drama saat blusukan yang ditampilkan Dedi Mulyadi dan kepala daerah lain di media sosial bikin publik salah kaprah.
BACA JUGA:
"Berkat viralnya aksi-aksi blusukan mereka, masyarakat bisa saja menganggap kepala daerah yang terbaik adalah mereka yang merakyat. Sementara bagi kepala daerah, yang terpenting adalah popularitas, meski sebenarnya mereka kehilangan otentisitasnya,"katanya.
Karena itu, Rakhmat melihat aksi blusukan Dedi Mulyadi dan kawan-kawan sangat bermuatan politik, yakni seolah-olah tengah menunjukkan kehadiran mereka di tengah-tengah masyarakat. Terlebih, jejak-jejak digital termasuk rekaman video akan sangat berguna jelang pemilu. Rekam jejak para kepala daerah di media sosial bisa dipersepsikan sebagai bukti-bukti valid bahwa mereka sudah bekerja keras selama menjabat.
“Apalagi, kegiatan itu di-posting dan disebar ke berbagai platform media, baik media cetak, media online, media sosial dan bahkan diliput televisi. Sehingga ini memudahkan mereka untuk bertarung kembali di periode nanti. Jadi blusukan ini sudah semacam keniscayaan,” tandasnya